1. Bisa Software (Photoshop, Illustrator, CorelDraw, dll) = Desainer
Software
bukanlah hal utama dalam desain grafis. Ia hanya alat bantu dalam
membuat karya desain grafis. Bisa mengoperasikan software belum tentu
bisa mendesain dengan baik.
Bima Shaw, Founder Roundbox Design sekaligus Ketua Asosiasi Desainer
Grafis Cabang Jakarta pernah mengatakan: “Saya tidak bisa menggunakan InDesign,
Illustrator, apalagi Flash dan 3D Max. Photoshop juga cuma bisa dikit.
Tapi meski dengan skill saya soal software yang sangat terbatas, mengapa
saya bisa sering mendapatkan proyek branding senilai miliaran rupiah?
Karena saya menggunakan otak...” 2. Vector Art = Desain Grafis
Pada
dasarnya, vector art lebih tepat disebut seni murni, karena tujuan
utamanya yang lebih mementingkan estetika. Kesalahan persepsi ini muncul
akibat seringnya vector art digunakan sebagai elemen pada desain
grafis.
Desain adalah alat visual yang ditujukan untuk alat menyampaikan sesuatu
hal dan memudahkan manusia dalam hidup (fungsional). Sayangnya,
kebanyakan orang menganggap semua gambar vector itu desain, termasuk di
antaranya vector art atau vexel wajah. Padahal, gambar-gambar tersebut
hanya bisa disebut desain jika memang digunakan sebagai salah satu
elemennya. Misal, jadi bagian dalam poster, brosur, kaos, dan sebagainya.Jika
tidak ditambah embel-embel berupa tulisan, gambar di atas adalah sebuah
vector art. Selain soal estetika (yang sangat subyektif), tujuan
lainnya tidak jelas. Namun, karena vector art tersebut disertai tulisan
yang bertujuan untuk menyampaikan suatu pesan dan dicetak dalam sebuah
media, maka hasil akhirnya berupa sebuah desain grafis (terlepas dari
desainnya efektif atau tidak). 3. Membuat Desain Hanya Sebentar
Jika
hanya proses eksekusi digital (di komputer), mungkin memang tergolong
sebentar. Namun, proses keseluruhan pembuatan desain tergolong lama. Ada
cukup banyak proses yang harus dilalui, seperti riset, analisa, mencari
strategi visual dan komunikasi, serta brainstorming. Seluruh proses ini
tidak mungkin bisa dilakukan hanya dalam dua atau tiga hari kerja.
Karena itu aneh jika ada desainer yang menawarkan jasa pembuatan karya
desain hanya dalam waktu satu atau dua hari. Dengan jangka waktu secepat
itu, konsepnya seperti apa yang bisa dibuat? Yakin konsepnya sudah
benar-benar matang? Harus diingat, memaksakan sebuah desain dikerjakan
dengan terburu-buru hanya akan membuat hasil desainnya kurang maksimal.
Hasilnya mungkin memang bisa sesuai keinginan (klien), namun yakinlah,
tidak akan sesuai dengan yang dibutuhkan. 4. Desain Grafis Itu Soal Selera & Estetika
Estetika
memang memiliki peran penting dalam sebuah desain. Namun, ini tidak
berarti jika tujuan akhir sebuah desain adalah estetika. Desain grafis
tidak seperti seni murni (dekorasi) yang berfokus pada estetika. Ada
yang jauh lebih penting dari itu: fungsi untuk menyampaikan pesan dan
identitas. Selain itu, desain grafis juga bertujuan agar bisa menjual,
memberi informasi, serta menanamkan citra.
Pada dasarnya, estetika hanyalah salah satu alat agar mencapai tujuan
dari sebuah desain. Misal, sebuah desain akan dianggap lebih menjual
jika memiliki estetika yang baik. Namun, tentu ini bukan suatu
kepastian. Masalahnya, penilaian estetika selalu berdasarkan selera.
Selera itu sangat relatif. Tidak semua orang memiliki selera yang sama.
Padahal, sebuah desain yang baik seharusnya menyampaikan pesan yang sama
kepada semua orang. Jadi, penilaian sebuah desain seharusnya bukan
berdasarkan pendapat “suka” atau “tidak suka”. Penilaian terhadap sebuah
karya desain harus obyektif, yaitu berdasarkan efektivitas serta
kemampuannya untuk menjual dan menanamkan citra. 5. Harga Desain Grafis Itu Murah
Kesalahan
persepsi soal harga ini bisa dibilang akibat ulah segelintir
desainernya sendiri. Akibat mudahnya memasuki dunia desain, banyak orang
yang hanya dengan karya seadanya, mulai mengaku sebagai desainer. Lebih
ironis lagi, mereka menawarkan jasanya dengan harga yang gila-gilaan.
Jauh di bawah harga standar.
Hal ini diperparah dengan perlakuan mayoritas klien yang menilai suatu
desain hanya berdasarkan outputnya. Padahal, dalam sebuah desain, ada
banyak waktu, energi, dan pikiran yang harus terkuras.
Pada dasarnya, harga sebuah desain berkaitan dengan konsep penghargaan
terhadap diri desainernya. Jika ada seorang desainer yang mau memberi
harga yang tidak layak (kemurahan) untuk karyanya, maka secara tidak
langsung, ia sudah menilai rendah dirinya sendiri (usaha dan kerja
kerasnya). Sebaliknya, jika ada seorang desainer yang memberi harga
terlalu mahal untuk desainnya, maka secara tidak langsung, ia juga
menilai dirinya sendiri terlalu tinggi.
Inilah maksud dari "harga yang layak". Tidak menilai diri kita terlalu rendah atau terlalu tinggi....
Kesimpulannya,
konyol jika ada orang yang mengaku-aku sebagai desainer, tapi dia bahkan
sama sekali nggak paham tentang apa itu desainer sebenarnya. Pada
dasarnya, dunia desain tidaklah semudah menguasai software. Dunia desain
jauh lebih rumit dari itu. Butuh waktu yang cukup lama untuk bisa
mempelajarinya. Jadi, teruslah pelajari dan pahami ilmu, teori, serta
perkembangan di dunia desain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar